Inhu, BeritaOne.id - Desa Pelangko merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Kelayang, Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) Provinsi Riau. Desa yang memiliki bentang luasan 6.814 Ha ini dibagi menjadi 4 dusun dan memiliki ikon Desa yang dikenal dengan Batang Sungai Pelangko.
Menurut cerita, dahulunya kehidupan masyarakat Desa Pelangko tersebut sangat bergantung dengan Batang Sungai Pelangko, dimulai dari keperluan mandi bahkan sampai mencari ikan untuk dikonsumsi dan di jual dimulai dari sungai tersebut. Sebab faktor inilah sungai tersebut dijadikan ikon oleh masyarakat desa setempat.
Pelangko merupakan salah satu desa tua di Kecamatan Kelayang, hal ini bisa kita ketahui dari usia desa yang sudah menginjak 97 tahun. Desa yang memiliki hari jadi pada 17 Desember 1927 tersebut akan bertambah usia pada Desember 2024 mendatang.
Saat ini Desa Pelangko memiliki masyarakat yang cukup banyak, yaitu berjumlah 1.605 jiwa yang terdiri dari 806 berjenis kelamin laki-laki dan 799 jiwa lainnya berjenis kelamin perempuan.
Secara geografis, Desa Pelangko didampingi oleh 4 desa tetangga. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Sungai Pasir Putih, Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pasir Beringin.Sedangkan Sebelah Barat dan Timur, Kelurahan Simpang Kelayang dan Bukit Selanjut mendampinginya.
Desa Bersejarah, Desa Beradat
Asal muasal terjadinya Desa Pelangko awalnya belum dinamakan desa Pelangko. Pada waktu itu masih disebut oleh warga masyarakat dengan nama Pelangko Kampung Baru, Amir Van Kelayang yang Kerajaan Indragiri sekitar tahun 1915 dizaman Kolonial Belanda.
Pada tahun tersebut, Desa Pelangko masih dinamakan Kampung Pelangko Baru yang berarti Kampung Pelangko berasal dari nama sungai yaitu Sungai Pelangko. Ditahun yang sama, masyarakatnya baru membuka hutan dan menetap sampai dinamakan Kampung Pelangko Baru yang sekarang dikenal dengan Desa Pelangko.
Hutan di sepanjang Sungai Pelangko banyak dijadikan lading padi dan perkebunan karet oleh masyarakat yang sudah menetap.
Seperti umumnya masyarakat zaman dahulu yang masih terpisah atau terpencar di setiap aliran sungai yang dijadikan pemukiman, seperti aliran Sungai Pelangko, Sungai Batang Boe-boe (Sungai sebeberas yang sekarang dikenal sungai beras-beras), Sungai Batang Paku, Sungai Anak Binio, Sungai Sialang Petai Rimba Jalutung, hingga ke Hulu Sungai Binio.
Pada tahun tersebut semua sungai yang disebutkan masih berada di dalam kawasan Desa Pelangko.
Dengan banyaknya tempat tinggal datuk-datuk atau masyarakat adat Desa Pelangko menyebutnya ninik mamak yang dulu memiliki banyak keberagaman tetapi masih bisa saling menghargai dan berkomunikasi dengan baik.
Atas dasar perbedaan itulah masyarakat dulu Desa Pelangko sudah menerapkan pepatah dibawah bumi dipijak disitulah langit dijunjung yang mempunyai makna dimana tempat kita tinggal disitulah aturan yang harus diikuti.
Pada saat bercerita tentang sejarah tersebut, masyarakat Desa Pelangko menyampaikan kekaguman mereka kepada para pendahulunya. Dizaman itu, sebagian besar masyarakatnya buta huruf tetapi mereka mengerti dengan hukum serta adat istiadat.
Mereka tidak mau saling mengganggu baik di kampung sendiri maupun dikampung tetangga. Mereka saling hormat menghormati dan bantu membantu antar sesama mereka.
Hak orang lain diakui dan hak mereka dipergunakan dengan sebaik-baiknya serta dipertahankan, yang salah disalahkan dan yang benar dibenarkan. Mereka tidak mau menang sendiri jika ada masalah mereka menyelesaikannya dengan baik, adil, bijaksana serta dengan perdamaian.
Kepala Desa pertama atau dahulu dikenal dengan istilah penghulu yaitu bernama Datuk Dorik. Beliau dikenal dengan penghulu yang berkomunikasi baik dengan pemangku-pemangku adat seperti Datuk Setoi Kemao, Setio Perkaso, Toi Mudo serta Batin Tonang dan lain-lain.
Beliau juga dikenal dengan beberapa pokok pikirannya yang sampai saat ini masih dikenang oleh masyarakat setempat dan menjadi panduan didalam bersosialisasi dalam kehidupan bermasyarakat.
Adapun beberapa pokok pikirannya tentang Desa Pelangko :
- Surat izin mengambil sepotong tanah dengan bertujuan untuk dijadikan kampung yang dinamakan pada waktu itu Kampung Pelangko Baru dan seiring kemajuan zaman serta perubahan hingga sekarang dinamakan Desa Pelangko, adapun surat tersebut tertanggal pada tahun 1926
- Surat Bisluit/SK bahwa diangkatnya Dorik jadi penghulu Pelangko, yang dikeluarkan oleh Tuan Sultan Mahmud Sah Kerajaan Indragiri tertanggal 17 Desember 1927 di Rengat
Kawasannya desa pada waktu itu meliputi aliran Sungai Pelangko, Batang Boe-boe, Sungai Paku, seterusnya kesungai Hulu Binio yang berada dalam kawasan Desa Pelangko.
Penghulu Dorik saat itu menginginkan kawasan tersebut dijdadikan kampong Pelangko yang layaknya mempunyai kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal usul adat istiadat setempat.
Era Baru Desa Pelangko
Sebagaimana layaknya desa yang sudah lama berdiri, tentu saja desa Pelangko ini memiliki banyak tetua dan tokoh adatnya di desa tersebut. Termasuklah Pejabat Kepala Desa (PJ Kades) saat ini juga merupakan salah satu tokoh adat yang sangat di hormati masyarakat setempat bahkan satu Kecamatan Kelayang.
Zulhanafiah SP MMA atau dikenal dengan sapaan Bang Zul, merupakan PJ Kades Pelangko saat ini. Beliau merupakan tokoh adat yang memiliki jenjang pendidikan S2 di Universitas Islam Riau.Selain sebagai PJ Kades, Bang Zul juga merupakan seorang dosen di salah satu kampus Inhu, yakni dosen Program Studi Agribisnis di Institut Teknologi dan Bisnis Indragiri (ITB Indragiri).
Pada saat melakukan sesi wawancara, Bang Zul menyampaikan masyarakat Pelangko mayoritas penghasilannya dari kebun kelapa sawit dan Berjualan atau membuka usaha kecil-kecilan di desa.
“Mayoritas kami penghasilannya dari sawit dan karet serta pedagang sebagai pelaku UMKM didesa pelangko. Hal inilah yang menunjang perekonomian masyarakat Desa Pelangko,” terang Bang Zul.
Dalam menjalankan tugas sebagai PJ Kades, Bang Zul dibantu oleh 9 orang perangkat desa dan dibantu pengawasan oleh BPD yang diketuai Herman Has. Sedangkan untuk BUMDes sendiri diketuai oleh Teti Andini Putri.
Tokoh Adat Untuk Desa Beradat
Sebagaimana disampaikan, Zulhanafiah merupakan tokoh adat yang sangat cocok untuk Desa Pelangko yang memiliki budaya atau adat istiadat yang kental. Selayaknya desa tua yang memiliki kisah panjang perjalanan sebagai desa, begitu juga dengan Zulhanafiah juga memiliki panjang perjalanan hidupnya.
Bapak dari Azuliyus Naufal Azzami ini memulai perjalanan pendidikannya di SDN 030 Kota Medan dan saat ini sudah menyelesaikan pendidikan terakhir ditingkat S2 di Universitas Islam Riau Jurusan Manajemen Agribisnis.
Dikenal aktif di berbagai bidang organisasi dan juga banyak memiliki karya yang banyak, bahkan di salah satu karyanya sudah masuk rekor MURI. Karyanya yang masuk rekor MURI yaitu Penulisan Gurindam Kalbu se ASEAN pada tahun 2022 lalu.
Selayaknya orang melayu yang kental dengan adat dan identik dengan berpantun, Bang Zul juga memiliki karya tulisan pantun yang dibukukan dengan judul Pantun Pesona Alam Dua Negara ( Indonesia dan Brunei Darussalam) pada tahun 2022 lalu. Bahkan juga memiliki karya di bidang Agribisnis yaitu Internasional Conference On Sustainable Agriculture, Food and Energi (SAFE) tahun 2023.
Zulhanafiah memiliki istri bernama Yustuti yang juga merupakan salah seorang pendidik dan sudah menyelesaikan pendidikan S2 nya di bidang pendidikan.
Saat ini bisa dikatakan Zulhanafiah sosok kepala keluarga yang sangat menjunjung tinggi pendidikan dan adat. Hal inilah yang seharusnya bisa dijadikan contoh bahwa adat dan pendidikan selalu berjalan beriringan dan tidak bisa dipisahkan. Sesuai dengan kutipan Gurindam yang ditulisnya.
Barang siapa semangat belajar,
Tentu hidup akan di jalan yang benar.
Tuntutlah ilmu sepanjang masa,
Meski sampai ke negeri Cina.
Jangan malas membaca buku,
Karena buku gudangnya ilmu. **Adv/JMSI