-
01JMSI Inhu Lakukan Kerja Sama Publikasi dan Advokasi Kemitraan Desa01 Mei 2024
-
02Penduduk Kota Geger, Kisah Abu Nawas Mau Terbang22 April 2024
-
03Baznas dan Bank Indonesia Bisa Bantu Masyarakat Melunasi Utang Pinjol, Berikut Cara dan Syaratnya18 April 2024
-
0436 Kader Golkar Riau Dipanggil DPP Sebagai Calon Di Pilkada 2024, Berikut Nama-namanya07 April 2024
-
05Berasal Dari Bahasa India, Ini Makna Indragiri Yang Terungkap Dalam Diskusi di JMSI Inhu03 April 2024
Cegah Kelangkaan, HIPPI Sarankan Pengembangan Minyak Goreng Sawit Gandeng BUMDes
JAKARTA, Beritaone.id - Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI) mendesak kalangan pengusaha lokal yang bergerak di bidang bahan pangan utama, untuk meningkatkan rasa nasionalisme. Hal itu terkait lonjakan harga bahan pangan utama, seperti kacang kedelai, minyak goreng sawit dan daging akhir-akhir ini. Apalagi dalam beberapa waktu ke depan, masyarakat Indonesia juga akan menghadapi perayaan hari Raya Idul Fitri tahun 2022.
“Kami mendesak setiap pengusaha lokal yang bergerak di bidang pangan utama untuk menampilkan sikap dan rasa nasionalisme, khususnya di saat negara menghadapi kesulitan memenuhi pasokan bahan pangan utama itu,” ujar Ketua Umum HIPPI Suryani Motik dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu (23/02/2022).
Yani, panggilan akrab Suryani Motik mengatakan, saat ini terjadi kelangkaan bahan pangan utama seperti minyak goreng, pasca pemerintah memberlakukan minyak goreng sawit murah satu harga di level Rp 14.000/liter. Pasalnya, meski harga sudah turun namun pasokan minyak goreng justru hilang dari pasaran.
Kelangkaan minyak goreng di pasar, sebut Yani, dikarenakan sebagian produksinya dialihkan untuk pengembangan B20 yaitu bahan baku biodiesel di Indonesia berasal dari minyak kelapa sawit atau CPO (crude palm oil). Niat pemerintah untuk meningkatkan B20 dinilai cukup baik, namun sayangnya tidak diimbangi dengan produksi minyak goreng bagi kebutuhan konsumsi masyarakat.
“HIPPI mendorong pemerintah untuk meningkatkan minyak goreng dari kelapa sawit. Bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi sehingga bisa menciptakan lapangan kerja di masyarakat. Sebagaimana pemerintah mendorong pengembangan B20, maka upaya pengembangan pasokan minyak goreng bagi kebutuhan masyarakat, juga harus dikembangkan secara optimal sehingga bisa menghindari masalah kelangkaan seperti saat ini,” ungkap Yani.
Selain itu, lanjut dia, HIPPI juga menggugah rasa nasionalisme produsen minyak goreng besar sawit di Indonesia untuk terus membanjiri pasar atau melakukan operasi pasar dalam rangka memenuhi kebutuhan pasokan masyarakat Indonesia.
“Apalagi sebelumnya, para pengusaha minyak goreng sawit itu juga telah mendapatkan keuntungan berlipat sebagai akibat kenaikan harga yang terjadi. Jadi kami sangat menggugah rasa kepeduliaan para produsen minyak goreng untuk bersama membangun Indonesia melalui produksi minyak gorengnya,” papar dia.
Sebelumnya, pemerintah melalui Menteri Perdagangan telah menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng terbaru yang berlaku sejak 1 Februari 2022. Rinciannya adalah, harga minyak goreng kemasan sederhana Rp13.500/liter, minyak goreng kemasan premium Rp14.000/liter, dan minyak goreng curah Rp11.500/liter. Meski demikian, masih ada produsen-produsen besar yang menimbun minyak goreng sehingga mengakibatkan kelangkaan produksi di masyarakat.
“Jika para produsen merasa HET itu belum mewakili permintaan mereka, sebaiknya bisa didiskusikan dengan pemerintah. Artinya, pemerintah juga harus berani memberikan subsidi kepada produsen minyak goreng sawit, sama seperti subsidi yang pemerintah berikan bagi pengembangan B20. Sehingga semua pihak dapat saling bekerjasama dengan optimal. Dengan demikian, tidak ada lagi upaya menimbun minyak goreng yang terjadi,” terang Yani.
Pemikiran ini, lanjut Yani, menjadi suara tegas HIPPI yang memiliki banyak kegiatan usaha anggotanya di bidang kuliner dan tata boga. Artinya, kebutuhan minyak goreng menjadi sangat vital untuk diperjuangkan pasokannya oleh HIPPI. Karena itu, jika ada pengusaha besar yang menimbun minyak goreng, maka harus diberikan hukuman setimpal sebab tidak berpihak pada masyarakat luas.
Menurut Yani, tingginya kebutuhan masyarakat akan minyak goreng sawit, mendorong pemerintah untuk terus berkolaborasi dengan banyak pengusaha lokal di sektor minyak goreng dalam memastikan kecukupan pasokan.
Salah satunya seperti kerjasama pemerintah dengan perusahaan milik pengusaha nasional Martua Sitorus dan Bachtiar Karim yang memasok minyak goreng ke sejumlah wilayah Indonesia bagian Timur.