KUALA LUMPUR - Dirjen Dewan Minyak Sawit Malaysia MPOB, Datuk Dr Ahmad Parveez Ghulam Kadir mendesak Uni Eropa (UE) untuk tidak hanya berfokus pada isu deforestasi tetapi juga melihat upaya lain telah dilakukan industri kelapa sawit yang juga perlu diakui, terutama aspek keberlanjutan dan pelestarian cadangan lahan lainnya.
“Sebagai komitmen kami terhadap keberlanjutan, Malaysia telah secara sukarela setuju untuk mengurangi intensitas emisi gas rumah kaca sebesar 45% pada tahun 2030 dan berfokus pada peningkatan produktivitas dan hasil, daripada perluasan lahan,” katanya pada forum hybrid bertajuk “Perjanjian Perdagangan dan Permintaan Produk”, yang diselenggarakan bersama oleh World Trade Institute yang berbasis di Bern, Swiss, Institut Studi Malaysia dan Internasional (IKMAS UKM), dan MPOB-UKM, seperti di lansir The Edge Markets.
Dia mencatat bahwa dengan produksi 3,16 ton per hektar, kelapa sawit hanya memanfaatkan 23,45 juta hektar lahan (digabungkan antara Malaysia dan Indonesia), dibandingkan dengan 0,45 ton produksi minyak kedelai per hektar dari 129,15 juta hektar lahan (gabungan Brasil, Argentina, dan AS), hanya 0,78 ton unntuk minyak kanola dari 32,47 juta hektar lahan (gabungan Tiongkok, Kanada, dan UE) dan 0,76 ton minyak bunga matahari dari 28,1 juta hektar lahan (gabungan UE, Rusia, dan Ukraina).
Ahmad Parveez menyatakan secara kolektif, ada hampir empat juta petani kecil kelapa sawit di Indonesia dan Malaysia, termasuk migran kontrak sementara dari wilayah Asia yang lebih luas. Selama beberapa dekade, industri ini telah membantu mengangkat jutaan orang keluar dari kemiskinan.
Duta Besar Markus Schlagenhof, kepala divisi perdagangan dunia Sekretariat Negara Swiss untuk Urusan Ekonomi, mengatakan akan ada beberapa inisiatif yang akan dibuat dan dilaksanakan menyusul janji yang dibuat oleh 143 pemerintah pada Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP26) yang diadakan di Glasgow tahun lalu untuk menghentikan dan membalikkan hilangnya hutan pada tahun 2030. “Kami harus meningkatkan dukungan kami dan terus bekerja sama untuk membuatnya berhasil,” katanya.
Negara-negara Asia Tenggara Indonesia, Malaysia dan Thailand merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Indonesia dan Malaysia menyumbang hampir 80% dari produksi minyak sawit dunia. Diekspor ke pasar di seluruh dunia, negara-negara Eropa mengimpor sekitar 8,2 juta ton dari Indonesia, Malaysia dan Thailand.
Minyak sawit dan turunannya digunakan dalam berbagai macam produk makanan dan konsumen mulai dari biskuit dan coklat hingga sabun dan produk kosmetik. Di Uni Eropa, minyak sawit juga digunakan sebagai bahan bakar nabati untuk sektor transportasi.
Namun, tahun-tahun terakhir muncul kritik atas dugaan dampak negatif minyak sawit, yang sering dikaitkan dengan perluasan dan pembukaan lahan, deforestasi, dan satwa liar yang terancam punah.
Sebab itu, World Trade Institute, IKMAS UKM dan ketua wakaf MPOB-UKM bersama-sama menyelenggarakan forum yang mempertemukan regulator, industri, masyarakat sipil dan komunitas ilmiah untuk mencerminkan realitas lapangan — tantangan dan peluang di semua aspek dari perspektif pembangunan berkelanjutan — dan untuk memberikan solusi namun konstruktif untuk bertukar pandangan dan aspirasi. *