Pekanbaru, BeritaOne.id - Perseteruan antara Koperasi Produsen Petani Sawit Makmur (KOPPSA-M), Desa Pangkalan Baru, Kampar, dengan PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) IV Regional III, semakin sengit dan menyedot perhatian publik.
Kini KOPPSA-M mengambil langkah tegas berupa perlawanan, menyusul adanya gugatan dari perusahaan yang dulunya bernama PTPN V ini ke PN Bangkinang terhadap KOPPSA-M dan 622 kepala keluarga petani di Desa Pangkalan Baru untuk membayar uang yang dianggap hutang sebesar Rp140 miliar.
Atas gugatan tersebut, pengurus KOPPSA-M dan sejumlah perwakilan masyarakat langsung terbang ke Jakarta beberapa waktu lalu melaporkan persoalan yang mereka hadapi kepada Presiden Prabowo Subianto melalui Kantor Staf Kepresidenan.
Tak hanya itu, KOPPSA-M juga melakukan langkah hukum, dengan melakukan gugatan rekonvensi atau gugatan balik kepada PTPN IV, dengan tuntutan ganti rugi sebesar Rp 864,9 miliar.
Ketua Koppsa-M, Nusirwan mengatakan bahwa dana sebesar Rp 140 miliar yang diklaim PTPN IV itu, yang kemudian dianggap hutang kepada masyarakat, digunakan untuk pembangunan kebun sawit di Desa Pangkalan Baru.
Namun Nusirwan menyangkal besaran yang diklaim tersebut, karena dianggap tidak wajar.
"Sesuai perjanjian KKPA dengan KOPPSA-M, selain PTPN IV berperan sebagai avalis, PTPN-lah yang bertanggung jawab penuh untuk membangun dan mengelola kebun masyarakat seluas 1.650 hektar. Namun nyatananya, hingga saat ini luasan kebun yang terbangun hanya 800 hektar saja," ujar Nusirwan.
Namun demikian, kebun masyarakat Pangkalan Baru terancam akan disita, jika masyarakat tak mampu membayar besaran yang dianggap hutang sebesar Rp 140 miliar tersebut, sebagaimana materi gugatan PTPN IV di PN Bangkinang.
Untuk itu, melalui kuasa hukumnya, Armilis Ramaini, SH, KOPPSA-M juga melakukan perlawanan hukum, dengan mengajukan gugatan rekonvensi, atau gugatan balik terhadap PTPN IV di PN Bangkinang.
Di antara isi gugatan baliknya adalah minta kepada hakim mengabulkan gugatan balik mereka, termasuk ganti rugi Rp 864,9 miliar. Kemudian menyatakan PTPN IV telah bekerja dengan tidak baik dan benar dalam membangun dan mengelola kebun kelapa sawit KKPA KOPPSA-M.
Termasuk juga menyatakan tidak sah dan tidak mengikat terhadap berita acara pengakuan hutang, mencapai sekitar Rp 140 miliar.
"Kami mengindikasikan adanya kelalaian PTPN IV dalam menjalankan perannya membangun dan melaksanakan pemeliharaan kebun. Sehingga hasil produksi kebun sawit menjadi buruk. Akibatnya menimbulkan kerugian bagi klien kami KOPPSA-M dan anggota koperasi sebesar sekitar Rp 818,7 miliar," ujar Armilis di Pekanbaru, Jumat (20/12/2024).
Sementara kuasa hukum lainnya, Ryand Armilis, SH, MH menambahkan, pihaknya mendorong Aparat Penegak Hukum (APH) untuk mengambil perannya dalam persoalan ini. Sebab mereka mencium indikasi kuat telah terjadi dugaan praktek tindak pidana korupsi, dalam penggunaan dana Rp 140 miliar.
"Kegagalan PTPN IV dalam membangun kebun masyarakat ini, semakin menguatkan indikasi kami bahwa telah terjadi dugaan praktik tipikor yang melibatkan oknum PTPN IV dan pihak-pihak lainnya, termasuk oknum pengurus KOPPSA-M yang lama. Sebab sampai dengan saat ini PTPN IV tidak mampu menguraikan alokasi penggunaan biaya pembangunan kebun masyarakat secara detil," ujar Ryand Armilis lewat sambutan teleponnya dari Jakarta.
Ryand juga menyoroti upaya-upaya intimidasi dari oknum PTPN IV regional III kepada pengurus KOPPSA-M. Akibatnya Ketua KOPPSA-M Nusirwan yang sebelumnya merupakan karyawan PTPN IV regional III terpaksa harus keluar dari perusahaan plat merah itu.
Nusirwan mengaku ada tekanan dari oknum berinisial AS dan FL yang menjabat sebagai EVP dan GM di PTPN IV regional III.
Nusirwan dipaksa untuk menandatangani berita acara pernyataan hutang KOPPSA-M sebanyak Rp140 miliar lebih dengan imbalan promosi menjadi karyawan pimpinan. Meski sempat menjalani jabatan tersebut selama 1 bulan, Nusirwan tetap menolak menandatangani pernyataan pengakuan hutang tersebut dan memilih untuk mundur sebagai karyawan perusahaan.
"Intimisi ini adalah perbuatan melawan hukum dan akan kita persoalkan juga secara hukum, termasuk penggunaan dana Rp 140 miliar, yang katanya habis dipakai untuk membangun kebun klien kami. Kita mengindikasikan ada dugaan korupsi disana," tandasnya. (rls)