-
01ASUS ROG Zephyrus G14: Performa Tinggi dalam Gaming dan Produktivitas29 Mei 2024
-
02JMSI Inhu Lakukan Kerja Sama Publikasi dan Advokasi Kemitraan Desa01 Mei 2024
-
03Penduduk Kota Geger, Kisah Abu Nawas Mau Terbang22 April 2024
-
04Baznas dan Bank Indonesia Bisa Bantu Masyarakat Melunasi Utang Pinjol, Berikut Cara dan Syaratnya18 April 2024
-
0536 Kader Golkar Riau Dipanggil DPP Sebagai Calon Di Pilkada 2024, Berikut Nama-namanya07 April 2024
Pimpinan Komisi X DPR Tolak Anggaran Pendidikan Wajib Ditinjau Ulang
Jakarta, BeritaOne.id - Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menanggapi soal permintaan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani agar DPR mengubah patokan alokasi 20% anggaran pendidikan dari belanja negara ke pendapatan negara. Huda menilai langkah itu akan menurunkan besaran belanja wajib (mandatory spending) APBN untuk layanan penyelenggaraan pendidikan di Tanah Air.
"Kami menolak segala upaya yang berdampak pada penurunan alokasi anggaran pendidikan dari APBN karena pasti berdampak pada kualitas layanan pendidikan di tanah air," ujar Huda kepada wartawan, Jumat (6/9/2024).
"Kita bisa bayangkan dengan skema saat ini saja masih banyak anak yang tidak bisa sekolah karena alasan biaya apalagi jika dana pendidikan diturunkan," imbuhnya.
Huda menilai, jika formulasi 20% APBN untuk pendidikan berpatokan pada pendapatan negara, akan berpotensi menurunkan besaran anggaran untuk pendidikan. Menurutnya, dalam penyusunan APBN, besaran belanja negara selalu diproyeksikan lebih besar ketimbang pendapatan negara.
"Dalam RAPBN 2025 misalnya pos belanja negara diproyeksikan mencapai Rp 3.613 triliun sedangkan pos pendapatan negara hanya diproyeksikan mencapai Rp 2.996,9 triliun. Maka jika patokan 20% mandatory spending pendidikan pada pendapatan negara sudah pasti menurunkan alokasi dana pendidikan," katanya.
Huda menegaskan pendidikan layak menjadi prioritas dalam rencana pembangunan yang termuat dalam belanja atau pengeluaran negara. Dia merujuk Pasal 31 ayat 4 UUD 1945 yang menegaskan bahwa negara wajib memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20% APBN serta dari APBD untuk memenuhi penyelenggaraan pendidikan nasional.
"Konstitusi kita dengan jelas menyebutkan bahwa negara wajib menyediakan layanan pendidikan untuk meningkatkan kualitas SDM kita, baik dalam hal karakter maupun skill pengetahuan. Jangan sampai hal ini kemudian diutak atik untuk mengakomodasi kepentingan lain," katanya.
Lebih lanjut, Huda mengatakan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia masih banyak menghadapi kendala karena keterbatasan biaya. Mulai dari tingginya uang kuliah tunggal di pendidikan tinggi, tidak seimbangnya jumlah kursi SMA negeri dengan peminatnya, rendahnya kesejahteraan guru, hingga kurangnya sarana/prasarana sekolah terutama di wilayah 3T.
"Belum lagi pada belum optimalnya kualitas lulusan sekolah kita yang tercermin pada rendahnya kemampuan literasi, sains, maupun matematika jika dibandingkan dengan negara-negara lain," katanya.
Politikus PKB ini menilai, saat ini pengelolaan anggaran pendidikan 20% dari APBN belum optimal, terutama dalam proses distribusi sehingga mempengaruhi kualitas layanan pendidikan di Indonesia.
"Jadi kalau mau fair perbaikannya bukan pada utak-atik besaran anggaran dari APBN tetapi pada mekanisme distribusinya sehingga anggaran pendidikan benar-benar untuk fungsi pendidikan bukan untuk kepentingan atau program lain yang disamarkan seolah-olah untuk fungsi pendidikan," pungkasnya.**BrOne-05