Jakarta, BeritaOne.id - Mantan Menteri Riset dan Teknologi/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro memberi masukkan untuk mengurangi biaya uang kuliah tunggal (UKT) yang dibayarkan mahasiswa.
Menurut Bambang, hal itu bisa dilakukan jika ada usulan penambahan anggaran pendidikan di DPR, tambahan biaya itu langsung dialokasikan khusus masuk ke Kementerian Pendidikan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti).
"Kalau ada muncul potensi penambahan anggaran pendidikan, karena pembahasan di Banggar dan optimalisasi, langsung alokasikan untuk hal tertentu," kata Bambang dalam Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Panja Pendidikan Komisi X DPR, dikutip Rabu (4/9/2024).
"Misalnya bapak ibu punya aspirasi bagaimana supaya UKT tidak terlalu tinggi, berarti kan harus masuk ke kemendikbud Ristek Dikti," lanjut dia.
Bambang menjelaskan, dengan langsung masuknya tambahan anggaran ke Ditjen Dikti, maka bisa langsung dialokasikan untuk pembiayaan UKT.
Sehingga dampaknya bisa langsung dirasakan mahasiswa terutama yang memang membutuhkan. "Supaya langsung dirasakan dampaknya oleh para mahasiswa yang barangkali mengalami kesulitan UKT itu sendiri," ujarnya. "Ini hanya barangkali tahapan awal bagaimana kita mencari celah yang ada saat ini untuk pendidikan tinggi," jelas Bambang.
Usul Mendikbud diberi kewenangan kelola anggaran
Selain itu, Bambang juga menyarankan DPR untuk membuat rekomendasi Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek) diberi wewenang mengontrol 20 persen anggaran pendidikan.
Menurut Bambang, pemberian wewenang tersebut akan membuat Mendikbud Ristek bisa mengontrol 20 anggaran pendidikan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di berbagai kementerian atau lembaga tetap tepat sasaran untuk pendidikan.
"Menegaskan peran menteri pendidikan sebagai chief operational officer (COO) di bidang pendidikan dengan memberikan peran wewenang, karena dia kan coo pendidikan," tuturnya.
Bambang mengatakan, selama ia menjabat sebagai Menristek/BRIN atau Menteri Keuangan memang ada satu jenis dana yang dikelola banyak kementerian.
Sehingga anggaran yang seharusnya anggaran menjadi hak dan dikelola kementerian utama dari dana tersebut menjadi lebih kecil.
Oleh karena itu, dalam hal dana pendidikan yang nyatanya Kemendikbud hanya mengelola 15 persen anggaran dari total 20 persen anggaran pendidikan diberi kewenangan untuk mengontrol seluruhnya realisasi anggaran pendidikan dari APBN.
"Sehingga si Menteri Pendidikan merasa full kontrol terhadap anggaran pendidikan meskipun itu di run oleh kementerian lain, dia bisa tetap punya kewenangan untuk tahu paling tidak ketika ada anggaran sekian untuk kementerian A itu akan dipakai untuk apa dan itu masih sinkron dengan anggaran pendidikan," pungkas Bambang Brodjonegoro.**BrOne-05