KUALA LUMPUR, Beritaone.id - Harga minyak sawit di dunia masih akan menghadapi fluktuasi akibat pasokan yang masih ketat lantaran Malaysia belum membuat kemajuan yang berarti dalam upaya mengatasi krisis tenaga kerja dan kebijakan pemerintah tentang energi hijau dan ketahanan pangan memacu permintaan.
Merujuk jajak pendapat yang dilakukan Reuters terhadap 18 analisis yang ada di industri terkait mencatat, patokan harga minyak sawit diperkirakan akan rata-rata 4.000 ringgit per ton pada 2022, atau turun 3,4% dari rata-rata harga minyak sawit di tahun lalu yang mampu mencapai 4.142 ringgit. Bahkan harga minyak sawit telah mencapai rekor tertinggi yakni 5.380 ringgit per ton pada minggu ini, dan diperkirakan akan tinggi selama paruh pertama tahun 2022 ini.
Diungkapkan Kepala regional di LMC International, Julian McGil, saat ini telah memasuki periode produksi yang rendah. “Akibatnya pasokan menjadi terbatas, mendorong permintaan yang berkelanjutan," katanya seperti dilansir Reuters.
Dalam jejak pendapat yang dilakukan, produksi minyak sawit di Indonesia dan Malaysia keduanya akan mengalami pertumbuhan produksi untuk pertama kalinya dalam tiga tahun terakhir pada tahun 2022.
Produksi minyak sawit asal ndonesia diperkirakan mencapai 48,5 juta ton, atau naik sekitar 3,4% dari perkiraan produksi minyak sawit tahun lalu sebanyak 46,89 juta.
Sementara, produksi minyak sawit Malaysia diperkirakan sejumlah 18,8 juta ton, atau naik sekitar 3,9% dari 18,1 juta pada tahun 2021.
Responden memperkirakan produksi akan meningkat pada paruh kedua tahun ini, terutama di Malaysia, ketika pasukan pekerja migran diharapkan dapat mengatasi kekurangan tenaga kerja. Namun, kondisi cuaca La Nina dan pengurangan aplikasi pupuk selama tiga tahun terakhir dapat membatasi keuntungan pasokan