PEKANBARU - Masih maraknya pernikahan pada anak diusia dini dinilai dapat berujung pada kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), penelantaran anak dan meningkatnya permasalahan stunting.
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala Dinas (Kadis) Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Provinsi Riau, Fariza pada kegiatan rapat koordinasi review kinerja Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Provinsi Riau.
“Inilah yang menjadi salah satu penyebab angka stunting itu menjadi tinggi,” ujarnya.
Menganai usia pernikahan, sebenarnya pemerintah telah mengatur hal ini dalam undang-undang perkawinan nomor 16 Tahun 2019 dimana batas usia minimal pria dan wanita untuk melangsungkan pernikahan adalah 19 tahun.
“Tapi pada kenyataannya masih didapati remaja usia 14 tahun sudah memiliki dua bahkan tiga orang anak. Ini baru kami temukan setelah mereka mengalami kejadian KDRT,” terangnya di Ruang Rapat Kenanga Kantor Gubernur. Selasa, (27/12/2022).
Umumnya Fariza menjelaskan, terjadinya kasus perceraian salah satunya dilatar belakangi oleh adanya tindak KDRT.
“Kita tahu untuk melegalkan pernikahan itu harus ada rekomendasi dari Kementerian Agama (Kemenag), jadi mereka ini (pasangan pernikahan dini menikah dibawah tangan,” ujarnya.
“Jadi untuk mengurus BPJS, apabila mereka terjadi sesuatu kecelakaan dalam rumah tangga baik itu anak, istri atau suami, itu tidak bisa kita bantu. Karena mereka tidak memiliki identitas diri seperti kartu keluarga dan KTP,” jelas Fariza.
Lebih lanjut Fariza menjelaskan pihaknya telah melakukan koordinasi bersama Kemenag dalam rangka menghimpun data mengenai jumlah pasangan yang melakukan pernikahan dini.
“Tetapi sulit kami sisir, karena pernikahan mereka tidak terdaftar. Setelah terjadi KDRT, penelantaran anak atau suatu insiden, barulah mereka (pasangan pernikahan dini) melaporkan ke kami,” terangnya.
Untuk itu, saat ini pihaknya bersama Tim Pendamping Keluarga tengah gencar mensosialisasikan hal ini kepada para Kepala Desa yang ada di Provinsi Riau.
“Kemiskinan, stunting, KDRT, dan penelantaran anak terjadi disebabkan oleh meningkatnya pernikahan usia dini. Inilah yang menjadi PR kita,” tegasnya.
Menaggapi hal ini, Wakil Gubernur Riau (Wagubri), Edy Natar Nasution menilai hal ini terjadi akibat edukasi kepada masyarakat yang belum maksimal. Termasuk juga dalam sistem monitoring yang ada di Daerah.
“Jadi saya minta, ini adanya di Kabupaten/Kota. Kita di Provinsi ini tidak mungkin bisa melakukan monitoring itu sampai menjangkau kesana (Desa). Harus dibangun mekanisme, kalau hanya berjalan begitu saja lalu tanggung jawabnya bagaimana,” katanya.
Oleh karena itu, Wagubri menginstruksikan agar sistem monitoring di Kabupaten/Kota perlu ditingkatkan lagi, sehingga permasalahan ini dapat terpantau dengan lebih maksimal.*