-
01ASUS ROG Zephyrus G14: Performa Tinggi dalam Gaming dan Produktivitas29 Mei 2024
-
02JMSI Inhu Lakukan Kerja Sama Publikasi dan Advokasi Kemitraan Desa01 Mei 2024
-
03Penduduk Kota Geger, Kisah Abu Nawas Mau Terbang22 April 2024
-
04Baznas dan Bank Indonesia Bisa Bantu Masyarakat Melunasi Utang Pinjol, Berikut Cara dan Syaratnya18 April 2024
-
0536 Kader Golkar Riau Dipanggil DPP Sebagai Calon Di Pilkada 2024, Berikut Nama-namanya07 April 2024
Hakim se-Indonesia akan Cuti Massal, Gaji Tak Ada Setengahnya Dibandingkan di Malaysia
Jakarta, BeritaOne.id - Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Hakim Indonesia (Ketum PP IKAHI), Yasardin, membandingkan kesejahteraan hakim di Indonesia dan luar negeri lewat gaji yang diterima mereka setiap bulannya.
Yasardin menilai gaji hakim di Indonesia masih kalah dengan negara tetangga lain seperti Malaysia, Singapura, dan Filipina. Ia mencontohkan take home pay (THP) hakim tingkat pertama di Indonesia sekitar Rp 12 juta. "Malaysia itu hakim tingkat pertama kalau diuangkan Rp 40 juta," ujar Yasardin saat ditemui Tempo di kantornya, Jakarta Pusat pada pekan lalu, 19 September 2024.
Ia menyebut perbandingan gaji hakim di Indonesia dan Malaysia cukup terpaut jauh. "Perbandingannya enggak ada setengahnya, kan?"
Menurut Yasardin, gaji hakim Indonesia hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan hakim Kamboja. Di negara berjuluk land of Khmer itu, hakim mendapatkan gaji sekitar Rp 10 juta setiap bulan.
Itu baru take home pay, belum jaminan-jaminan lain. "Kami baru saja kemarin tahun awal 2024 ini dapat asuransi Inhealth," ujarnya.
Yasardin menuturkan asuransi Mandiri Inhealth itu hanya diberikan kepada hakim. Sedangkan keluarga hakim belum termasuk di dalamnya.
Kendati demikian, ia menilai kondisi tersebut sudah lumayan. "Kalau kemarin, kan masih BPJS. Hakim mau sidang, harus ngantar istrinya dulu ke rumah sakit. Dapat giliran antrian nomor 270 gitu, kan, gimana dia mau mikirin sidang?" tuturnya.
Oleh sebab itu, ia berharap revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim tang Berada di Bawah Mahkamah Agung yang tengah digodok pemerintah dapat segera disahkan. Saat ini, proses revisi beleid tersebut masih bergulir di Kementerian Keuangan.
"Sekarang tinggal kita menunggu persetujuan atau tanda tangan dari Bu Menteri Keuangan untuk menyetujui usulan itu," tutur hakim agung ini.
Apabila Menteri Keuangan menyetujuinya, lanjut Yasardin, Mahkamah Agung akan menyusun rancangan peraturan pemerintah (RPP). Ia berharap usulan revisi beleid itu dapat disetujui Sri Mulyani dalam sebelum pemerintahan baru terbentuk.
Sementara itu Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo, membenarkan pihaknya tengah menggodok revisi PP Nomor 94 Tahun 2012. "Betul, saat ini sedang berproses di Ditjen Anggaran," ujarnya kepada Tempo lewat aplikasi perpesanan, Sabtu, 21 September 2024.
Ia menuturkan ada empat usulan dalam revisi beleid tersebut. Ketika ditanya lebih lanjut soal empat usulan itu, ia mengaku tidak hafal. "Tapi, intinya gaji dan komponen tunjangan."
Prastowo, begitu ia disapa, mengatakan Ditjen Anggaran tengah berupaya melakukan asesmen terhadap empat usulan itu sekaligus. Ia mengklaim asesmen dilakukan sesuai prinsip proporsionalitas.
Lebih jauh, Prastowo tak menjawab secara gamblang kapan proses revisi PP Nomor 94 Tahun 2012 selesai berproses di Kemenkeu. Apalagi bulan depan sudah terbentuk pemerintahan baru. "Tentu diupayakan segera," ujarnya singkat.
Hakim se-Indonesia akan Cuti Massal
Hakim dari berbagai daerah di Indonesia akan menggelar aksi cuti bersama pada 7-11 Oktober 2024 untuk memprotes rendahnya kesejahteraan profesi mereka. Aksi cuti massal tersebut diinisiasi oleh gerakan yang menamakan diri Solidaritas Hakim Indonesia.
Juru bicara Solidaritas Hakim Indonesia, Fauzan Arrasyid, mengklaim saat ini ada setidaknya 741 hakim yang akan mengikuti gerakan cuti bersama. “Per hari ini,” kata Fauzan, yang juga berprofesi sebagai hakim, melalui pesan singkat pada Kamis, 26 September 2024.
Gerakan Cuti Bersama Hakim Se-Indonesia, kata Fauzan, akan dilaksanakan secara serentak selama lima hari kerja, yaitu mulai Senin hingga Jumat, 7-11 Oktober 2024. Dia memperkirakan jumlah hakim yang akan mengikuti cuti massal tersebut bisa mencapai ribuan.
Selain cuti massal, sejumlah hakim dari berbagai daerah juga akan melakukan aksi simbolik di Jakarta. “Para hakim yang berangkat ke Jakarta akan melakukan audiensi, aksi protes, dan silaturahmi dengan lembaga terkait, serta tokoh nasional yang peduli terhadap isu peradilan,” ucap Fauzan.
Fauzan menyatakan protes para hakim bertujuan untuk menyampaikan aspirasi mereka yang telah lama terabaikan. Saat ini, kata dia, ketentuan gaji dan tunjangan hakim dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2012 belum pernah mengalami penyesuaian meskipun inflasi terus berjalan.
Menurut Fauzan, pemerintah masih belum mampu menyesuaikan penghasilan dan kesejahteraan hakim dengan kondisi saat ini. “Ini jelas merupakan langkah mundur dan berpotensi mengancam integritas lembaga peradilan,” ujar Fauzan.
Fauzan juga menyoroti Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2018 yang telah mengamanatkan perlunya peninjauan ulang terhadap aturan penggajian hakim. “Dengan demikian, pengaturan penggajian hakim yang diatur dalam PP 94/2012 saat ini sudah tidak memiliki landasan hukum yang kuat,” kata Fauzan.**BrOne-05