-
01ASUS ROG Zephyrus G14: Performa Tinggi dalam Gaming dan Produktivitas29 Mei 2024
-
02JMSI Inhu Lakukan Kerja Sama Publikasi dan Advokasi Kemitraan Desa01 Mei 2024
-
03Penduduk Kota Geger, Kisah Abu Nawas Mau Terbang22 April 2024
-
04Baznas dan Bank Indonesia Bisa Bantu Masyarakat Melunasi Utang Pinjol, Berikut Cara dan Syaratnya18 April 2024
-
0536 Kader Golkar Riau Dipanggil DPP Sebagai Calon Di Pilkada 2024, Berikut Nama-namanya07 April 2024
Sejumlah BUMN Sekarat, Menkeu Ungkap 2 Penyebab Utama
Jakarta, BeritaOne.id - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan dua penyebab utama sejumlah perusahaan milik negara (BUMN) kondisi keuangannya sekarat dan terus merugi.
Sri menjelaskan, faktor utama pertama adalah tata kelola manajemennya yang kurang baik. Sedangkan faktor utama kedua, sejumlah bisnis yang dijalankan BUMN sakit tersebut sudah tidak strategis.
"Mungkin karena mismanagement-nya sudah lama, dan sebetulnya sektor tersebut tidak lagi menjadi sektor yang strategis atau penting, terang Sri Mulyani dikutip pada Ahad (17/7/2024).
Sri menegaskan, perusahaan-perusahaan pelat merah yang kondisi keuangannya sudah sakit parah, bisa dibilang sudah sulit diselamatkan. Bila tetap dipertahankan, justru membebani APBN, sementara kontribusinya minim untuk mendukung pembangunan ekonomi.
"Maka, dalam hal ini tidak harus dimiliki pemerintah, atau bahkan seharusnya bisa ditutup dan likuidasi," ujar Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini menuturkan, pemerintah sudah lama melakukan klasterisasi pengelolaan BUMN sesuai dengan kinerja dan kepentingan dalam menjalankan penugasan atau mandat pembangunan.
Sambungnya, klasterisasi yang telah disusun bersama Kementerian BUMN ini mencakup empat kuadran. Terdiri dari kuadran 2, yakni strategic value and welfare creator alias BUMN yang menjalankan mandat pemerintah dan memiliki kinerja keuangan yang baik.
Lalu, kuadran 1 yakni strategic value alias BUMN yang menjalankan mandat pemerintah, tetapi kinerja keuangannya kurang bagus.
Kemudian, kuadran 3, yakni non-core, alias BUMN dengan mandat dan kinerja keuangan yang rendah.
Terakhir, kuadran 4, yakni surplus creator alias BUMN dengan sedikit mandat dari pemerintah, tetapi memiliki kinerja keuangan yang baik.
Menutut Sri Mulyani, BUMN di klaster non-core seharusnya ditutup atau dilikuidasi.
"Yang non-core, ini teoretis seharusnya pemerintah tidak harus memiliki, karena ini sebetulnya dari sisi mandat pembangunannya kecil sekali dan performance-nya tidak bagus," ucapnya.
Lanjutkan Pembubaran
Sementara itu, Kementerian Badan Usaha Milik Negara berencana melanjutkan pembubaran perusahaan sebagai upaya restrukturisasi. Upaya ini bisa menjadi salah satu sentimen positif yang meningkatkan valuasi saham BUMN yang masih terpuruk.
Wacana tersebut sebelumnya disampaikan Direktur Utama PT Danareksa Persero Yadi Jaya Ruchandi dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR, di Jakarta, Senin (24/6/2024).
"BUMN yang masih membutuhkan restrukturisasi lebih lanjut dan adanya masalah governance, hukum, ataupun restrukturisasi berat yang harus dilakukan. Ada enam BUMN yang berpotensi minimum operasi,” paparnya.
BUMN tersebut adalah PT Indah Karya, PT Dok Dan Perkapalan Surabaya, PT Amarta Karya, PT Barata Indonesia, PT Varuna Tirta Prakasya, dan PT Semen Kupang.
Yadi mengatakan, Danareksa dengan PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) yang menangani 21 perusahaan dan satu anak usaha BUMN titip kelola sejak 2020 berfokus pada penanganan utang masa lalu dari keenam perusahaan tersebut sampai tahun 2027.
Danareksa dan PPA juga tengah memproses pembubaran delapan perusahaan lainnya, lalu fokus menangani empat perusahaan lainnya dan menyehatkan setidaknya empat perusahaan.**BrOne-05