Kanal

Kementan Melalui Ditjenbun Mengatasi Dampak El Nino untuk Menjaga Kestabilan Pendapatan Pekebun

Jakarta, BeritaOne.id - El Nino telah menyebabkan kekeringan dan memicu kebakaran di beberapa wilayah sentra perkebunan. Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Direktorat Jenderal Perkebunan (Ditjenbun) terus berupaya mengatasi dampak El Nino untuk menjaga keberlangsungan komoditas perkebunan dan kestabilan pendapatan pekebun.

Berdasarkan data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), sampai Oktober 2023 luas area terdampak kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia sudah mencapai 642.099,73 hektar (ha).

Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Pertanian (Mentan) Arief Prasetyo Adi meminta jajarannya selalu sigap dan segera melakukan penanganan kebakaran lahan perkebunan. “Masalah kebakaran lahan perkebunan harus ditangani dengan cara tepat guna. Program pencegahan dan penanggulangan kebakaran lahan, serta perbaikan lahan perkebunan yang terdampak, harus dipertajam,” katanya dalam siaran pers dikutip Minggu (20/10).

Direktur Jenderal Perkebunan Kementan Andi Nur Alam Syah menambahkan, pihaknya terus berupaya melakukan penanggulangan kebun yang terdampak.
“Kami mencari solusi demi mengurangi serta mengendalikan kebakaran di lahan perkebunan dengan menggalakkan metode pengendalian yang lebih ramah lingkungan,” imbuhnya.

Metode yang dimaksud yakni memfasilitasi pembiayaan operasional brigade dan Kelompok Tani Peduli Api (KTPA). Ditjenbun telah memberikan bantuan sarana pengendalian kebakaran kepada brigade dan KTPA, seperti mobil dan motor untuk operasional brigade dan pompa pemadam kebakaran sebanyak 545 unit.

Ditjenbun juga menerapkan demplot Pembangkit Listrik Tenaga Bayu seluas 225 ha di enam provinsi rawan karhutla. Selain itu, kata dia, gencar dilakukan koordinasi dan kolaborasi dengan berbagai pihak terkait, serta melakukan pembinaan kepada para pekebun.
Salah satunya menyosialisasikan pengolahan dan/atau pembukaan lahan tanpa bakar untuk mendukung potensi penurunan gas rumah kaca (GRK) di sentra perkebunan sawit, termasuk Jambi. "Perlu adanya dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak dalam menjalankan kebijakan yang berdampak luas ini," jelasnya.

Dari sisi regulasi, Ditjenbun juga menyelenggarakan kegiatan dalam rangka Penyempurnaan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pembukaan dan/atau Pengolahan Lahan Perkebunan Tanpa Membakar (PLTB).

Direktur Perlindungan Perkebunan Hendratmojo Bagus Hudoro mengatakan, dengan mempertimbangkan perkembangan ilmu dan teknologi saat ini, maka perlu dilakukan review terhadap Permentan Nomor 5 Tahun 2018 untuk mendukung inovasi dan perubahan.

“Sistem, sarana, dan prasarana pengendalian kebakaran lahan dan kebun sekarang ini dapat digantikan oleh teknologi mutakhir sehingga kebakaran lahan dan kebun dapat ditangani secara efisien. Makanya diperlukan penyempurnaan regulasi untuk mengakomodasi terjadinya perubahan teknologi pemantauan dan pengendalian kebakaran seperti citra dan lain lain" ujarnya.

Salah satu substansi Permentan Nomor 05 Tahun 2018 yang diusulkan untuk diubah yaitu Pasal 21 ayat (2).
Pasal itu mengatur bahwa sarana pemantauan titik panas meliputi perangkat komputer yang terhubung dengan jaringan internet dan menara pemantau api diubah menjadi sarana pemantauan titik panas, meliputi perangkat komputer yang terhubung dengan jaringan internet, menara pemantau api, menara pengawas yang dilengkapi dengan kamera atau CCTV, atau melalui penginderaan jarak jauh (potret udara atau citra satelit).

"Kami berharap saran atau masukan untuk penyempurnaan substansi Permentan Nomor 5 Tahun 2018, serta dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak dalam menjalankan kebijakan yang berdampak luas ini," ujarnya.

"Dinas yang membidangi perkebunan ada memberikan beberapa masukan. Salah satunya agar PLTB dibuat peraturan sendiri karena kegiatan PLTB berdampak pada dua aspek. Saat kemarau berpotensi menimbulkan kebakaran lahan serta menimbulkan organisme pengganggu tanaman (OPT) terutama pada komoditas sawit," terangnya.

Penyempurnaan substansi lainnya, yaitu tentang pengaturan satuan tugas (satgas) di perusahaan perkebunan, dan alternatif tempat penyimpanan air selain embung.

"Saya berharap hasil dari review regulasi ini dapat segera diselesaikan dan dilaksanakan langsung oleh pekebun dan perusahaan kelapa sawit agar kebakaran lahan ini bisa segera dikendalikan dan dioptimalkan," imbuh Bagus. **B-One03

Ikuti Terus Riaupower

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER