Kanal

Korban Tak Kuasa Menerima Bujuk Rayu Hasyim Asy’ari hingga Akhirnya Mengundurkan Diri dari PPLN

Jakarta, BeritaOne.id - Anggota Panitia pemilihan luar negeri (PPLN) yang jadi korban dugaan tindak asusila Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hasyim Asy’ari mengundurkan diri dari jabatannya sebelum Hari-H pemungutan suara Pemilu 2024, 14 Februari lalu karena tidak tahan terus digoda dan dirayu ketua KPU.

Hal itu disampaikan kuasa hukum korban, Aristo Pangaribuan usai menyampaikan aduan terhadap Hasyim ke Kantor Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Jakarta, Kamis (18/4/2024)

Korban memutuskan untuk mengundurkan diri sebagai PPLN sebab secara terus-terus merasa dirugikan oleh Hasyim Asyarai.

”Jadi, ini kan ada terus-terusan. Terus-terusan sampai pada akhirnya korban ini merasa sangat dirugikan. Dia mengundurkan diri, mengundurkan diri dari PPLN,” kata Aristo kepada awak media.

Dari kronologi korban, lanjut Aristo, Hasyim melakukan tindakan asusila kepada korban selama tahapan Pemilu 2024, yakni sejak Agustus 2023 hingga Maret 2024.

Tindakan yang dilakukan Hasyim adalah dengan cara mendekati, merayu, hingga melakukan perbuatan asusila kepada korban.

Sementara itu, Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum dan Pilihan Penyelesaian Sengketa Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI) sebagai kuasa hukum korban dugaan asusila yang dilakukan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari, mengatakan bahwa hingga Jumat sore baru membuat laporan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, dan belum melapor ke Polisi.

"Kekerasan seksual itu kan perkara pidana, dan di sini memang yang kami kedepankan adalah saat ini masih etik, kode etik dari KPU," kata Kuasa Hukum korban Maria Dianita Prosperianti dalam diskusi publik daring yang disaksikan dari Jakarta, Jumat.

Selain itu, Maria menjelaskan perbuatan Hasyim sebagai teradu termasuk dalam pelanggaran kode etik berdasarkan Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.

"Yang pertama itu mengenai pelanggaran integritas. Integritas di sini ada beberapa prinsip, yaitu prinsip jujur dan adil, dan juga kemudian melanggar profesionalitas atas prinsip proporsional dan profesional. Pada intinya bahwa Ketua KPU ini diduga memanfaatkan relasi kuasa," ujarnya.

Ia menerangkan bahwa selain relasi kuasa yang terjadi pada perempuan dan laki-laki, terdapat hubungan jabatan antara atasan dengan bawahan, yakni Ketua KPU RI dengan salah satu anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) yang bertugas di Eropa.

"Di sini terlihat jelas sejak awal. Bisa kita lihat bahwa memang sudah ada perbuatan yang benar-benar, bukti-bukti yang benar-benar melihat adanya dugaan upaya yang terstruktur, sistematis, dan aktif dari si teradu di sini untuk menggunakan jabatannya kemudian juga kekuasaannya untuk tidak menghargai, merendahkan, juga mencederai martabat dan kehormatan perempuan, dalam hal ini adalah korban," tuturnya.

Ia juga menjelaskan bahwa hubungan Hasyim dengan korban bukan termasuk hubungan romantis, karena korban tidak memiliki opsi untuk menolak perbuatan yang dilakukan teradu.

"Meskipun mereka sudah sama-sama dewasa, bukan berarti di sini mereka sama-sama dalam hubungan yang setara karena dalam adanya relasi kuasa ini menyebabkan si pengadu tidak memiliki opsi lagi untuk menolak segala perbuatan yang ditujukan kepadanya oleh si teradu," ucapnya.

Adapun ia mengatakan bahwa dalam pelaporan kepada DKPP RI telah disampaikan sejumlah bukti yang menunjukkan pelanggaran kode etik oleh Hasyim. Ia menyebut Hasyim mementingkan kepentingan pribadi untuk memuaskan hasrat seksualnya.

"Sudah ada beberapa belasan bukti, ya, seperti screenshot (tangkapan layar) percakapan, foto, dan video, serta juga bukti-bukti. Tadi sudah saya jelaskan, bukti ini bisa menunjukkan benar-benar yang terstruktur, sistematis, dan aktif, dan di sini juga teradu juga memberikan manipulasi informasi serta juga menyebarkan informasi rahasia untuk menunjukkan kekuasaannya," jelasnya.

Sementara itu, ia mengatakan bahwa perbuatan yang dilakukan Hasyim kepada korban menunjukkan adanya perbuatan yang berulang. Oleh sebab itu, ia berharap DKPP RI tidak hanya memberikan peringatan keras untuk kasus yang melibatkan kliennya

"Ada perkara yang serupa, tetapi mungkin sedikit berbeda terkait dengan yang dialami oleh wanita emas. Ini yang sudah juga dijatuhi sanksi peringatan keras terakhir. Jadi setelah ada putusan dari DKPP seharusnya memang target kami adalah sanksi yang diberikan tidak lagi peringatan lagi, tetapi adalah penghentian," katanya.

Sebelumnya, Maria bersama Kuasa Hukum korban lainnya melaporkan Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari ke Kantor DKPP RI, Jakarta, Kamis (18/4).

Sementara itu, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari akan menanggapi aduan dirinya yang dilayangkan ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI atas dugaan tindakan asusila yang dilakukannya terhadap panitia penyelenggara luar negeri (PPLN) pada waktu yang tepat.

"Nanti saja saya tanggapi pada waktu yang tepat. Mohon maaf ya," ujar Hasyim saat dihubungi dari Jakarta, Kamis.**BrOne-05

Ikuti Terus Riaupower

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER