Meski Hasilnya Pas-pasan, Pria ini Setia Belasan Tahun Jadi Pemanen Sawit

Ahad, 03 Maret 2024

Benni mengumpulkan sawit yang dipanennya di kawasan Kwala Bekala, Medan Johor.

Sumut, BeritaOne.id - Karena tekanan ekonomi, Benni terpaksa dititipkan kedua orang tuanya di rumah sang nenek di Kota Pematangsiantar, Sumatera Utara. Benni pun melalui masa kecilnya di kota itu.

Tanpa kasih sayang orang tua, dan juga karena kondisi ekonomi yang pas-pasan, di usia remaja Benni putus sekolah. Ia lalu mencari pekerjaan untuk membantu keuangan keluarganya.

"Ternyata susah nyari kerja. Apalagi saya cuma tamat SMP. Makanya kerja beginilah, jadi pemanen sawit, gak butuh ijazah," ucap pria berusia 34 tahun itu saat ditemui elaeis.co di Desa Kwala Bekala, Kecamatan Medan Johor, Kota Medan. Sumatera Utara, Sabtu (2/3).

Bapak tiga anak ini sesekali menyeka keringat di keningnya. Maklum, dia sedang rehat setelah memanen puluhan pokok sawit. Masih ada puluhan batang sawit lagi yang akan dia panen. Namun pria yang murah senyum ini tak keberatan bercerita bagaimana akhirnya dia menggantungkan ekonomi keluarga dari pekerjaan sebagai buruh panen sawit.

Dia berkenalan dengan kebun sawit ketika diajak temannya merantau ke Kota Pekanbaru, Riau. Awalnya kerja serabutan, tapi akhirnya mereka terdampar di kebun sawit karena di kota ternyata tak mudah mendapatkan pekerjaan. Hanya butuh waktu singkat, Benni sudah menguasai teknik memanen sawit.

Terus berpindah dari kebun yang satu ke kebun sawit yang lain, dari kabupaten yang satu ke kabupaten lain, Benni akhirnya sampai ke Medan dan berkeluarga.

Di Medan, Benni meneruskan profesi sebagai pemanen sawit. "Sudah belasan tahun kerja begini. Makanya hitam, terbiasa kena panas dan hujan," ujarnya, tersenyum.

Meski terasa melelahkan, Benni pantang menyerah karena anak-anaknya semakin besar. Si sulung sudah kelas lima SD dan adik-adiknya tak lama lagi akan menyusul sekolah. Otomatis biaya hidup makin bertambah.

Sekarang dia bekerja di dua kebun. Satu di Kwala Bekala, satu lagi di Penampeng, Kecamatan Pancurbatu, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. "Upahnya kecil, cuma Rp 200.000 sekali panen. Dalam sebulan sawit hanya panen dua kali," sebutnya.

Meski kebun tersebut bukan miliknya, Benni mengaku khawatir dengan produktivitas sawit yang terus menurun karena faktor usia. Ketinggian pohon sawit yang mencapai 13-15 meter juga cukup menyulitkan proses pemanenan. "Kalau dirawat, diberi pupuk, sawit-sawit ini masih bisa dipanen hingga tiga tahun ke depan," tukasnya.

Dia mengaku upah dari memanen sawit tak cukup untuk kebutuhan keluarga. Karena itulah, ketika tidak sibuk memanen, Benni terus mencari pekerjaan tambahan. "Apa saja dikerjakan asalkan halal agar anak-anak bisa sekolah," ucapnya penuh semangat.

"Saya akan menyekolahkan anak-anak setinggi-tingginya agar kehidupan mereka lebih baik dari orang tuanya," sambungnya. **fit