Pengutip Brondolan PTPN III Senilai Rp 87.500 Lolos dari Jerat Hukum

Rabu, 07 Februari 2024

Jajaran Kejati Sumut mengikuti gelar perkara kasus pencurian kelapa sawit bersama JAM Pidum Kejagung secara daring

Medan, BeritaOne.id - Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut) menghentikan penyidikan kasus pencurian sawit dengan menerapkan pendekatan keadilan restoratif (restorative justice/RJ). Kasus ini melibatkan tersangka M Taufik yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Asahan.

Keputusan ini diumumkan oleh Wakil Kepala Kejati Sumut, M Syarifuddin MH, Selasa (6/2), setelah mengikuti ekspose perkara bersama Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Kejaksaan Agung Dr Fadil Zumhana. Keputusan ini merujuk pada Peraturan Jaksa Agung No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif.

Menurut Kasi Penkum Kejati Sumut, Yos A Tarigan, langkah RJ diambil untuk mencapai rekonsiliasi antara tersangka dan korban serta menciptakan perdamaian dalam masyarakat. "Pendekatan keadilan restoratif memberikan kesempatan bagi tersangka untuk memperbaiki perilakunya dan berdamai dengan korban," jelasnya, kemarin.

Tersangka Taufik sebelumnya tersangkut tindak pidana pencurian brondolan kelapa sawit di Perkebunan PTPN III Sei Dadap dan dijerat dengan Pasal 107 huruf d UU No 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan atau Pasal 111 UU Nomor 39 Tahun 2014 Tentang Perkebunan.

Pria berusia 22 tahun warga Dusun VIII Desa Tanah Rakyat, Kecamatan Pulo Bandring, Kabupaten Asahan, ini diamankan 23 November 2023. Awalnya dia pergi ke Desa Tanjung Alam mencari rumput untuk pakan lembu. Namun di perjalanan dia melihat brondolan berserak di bawah pohon sawit tepatnya di Blok 221 TM 2002 Afd III Perkebunan PTPN III Sei Dadap.

Tersangka kemudian membelok dan memungut brondolan sawit. Dia kemudian diamankan oleh petugas keamanan kebun, Susanto dan Sumanto, karena tidak memiliki izin resmi untuk memungut brondolan. Akibat perbuatan tersebut, perkebunan mengalami kerugian sebesar Rp 87.500.

Penghentian penuntutan ini sejalan dengan prinsip keadilan yang berorientasi pada perbaikan hubungan sosial dan pemulihan kerugian. "Kita berharap keputusan ini tidak hanya memberikan keadilan individu, tetapi juga berdampak positif dalam membangun harmoni di tengah masyarakat," kata Yos.

Pendekatan RJ hanya diterapkan untuk menangani konflik atau kasus-kasus kecil dengan pelaku yang tidak memiliki riwayat kejahatan serius atau baru pertama kali melakukan tindak pidana. Lalu, ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 tahun dan kerugian yang ditimbulkan tidak lebih dari Rp 2,5 juta.

"Yang terpenting lagi adalah antara tersangka dan korban ada kesepakatan untuk berdamai dan tersangka berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya," jelasnya.

"Kita berkomitmen untuk menerapkan kebijakan yang berpihak pada pendekatan kemanusiaan dalam sistem peradilan pidana," tutupnya. **B-One03