Ilustrasi
BeritaOne.id - Harga minyak mentah terpantau kembali bergairah pada perdagangan Selasa (24/9/2024), karena kekhawatiran meningkatnya konflik antara Israel dan Hizbullah dapat mempengaruhi pasokan di wilayah produksi utama Timur Tengah.
Per pukul 09:35 WIB, harga Brent menguat 0,55% ke posisi US$ 74,31 per barel. Sedangkan untuk jenis light sweet atau West Texas Intermediate (WTI) bertambah 0,63% menjadi US$ 70,81 per barel.
Ketegangan di Timur Tengah yang kembali memanas membuat harga minyak mentah dunia kembali 'mendidih' pada pagi hari ini.
Sebelumnya, pesawat tempur Israel melancarkan gelombang serangan udara yang hebat di kota-kota di sepanjang perbatasan selatan Lebanon dan bahkan lebih jauh ke utara.
Israel menyerang ratusan target Hizbullah dan menewaskan sedikitnya 182 orang, menjadikannya hari paling mematikan di Lebanon dalam hampir satu tahun konflik.
Setelah beberapa baku tembak lintas batas terberat sejak konflik berkobar, Israel memperingatkan orang-orang untuk mengungsi dari daerah tempat kelompok bersenjata itu menyimpan senjata.
Setelah hampir satu tahun berperang melawan Hamas di Gaza di perbatasan selatannya, Israel mengalihkan fokusnya ke perbatasan utaranya, tempat Hizbullah yang didukung Iran telah menembakkan roket ke Israel untuk mendukung sekutunya, Hamas.
Bahkan, warga Lebanon diminta untuk melakukan evakuasi oleh tentara Israel dan memberi tahu untuk "menjauh" dari lokasi Hizbullah yang rencananya akan menjadi targetnya dan karena militer Israel mengatakan akan melakukan serangan yang lebih "luas dan tepat" terhadap Hizbullah.
Itu adalah peringatan pertama yang dikeluarkan kepada warga Lebanon oleh militer Israel sejak perang di Gaza meletus hampir setahun yang lalu.
Hizbullah telah terlibat baku tembak dengan pasukan Israel di perbatasan sejak sekutu Palestina-nya Hamas di Gaza dan Israel berperang pada 7 Oktober 2023 lalu.
"Pasar minyak khawatir bahwa meningkatnya ketegangan di kawasan itu akan menyeret produsen minyak OPEC lebih dekat ke keterlibatan," kata bank ANZ dalam sebuah catatan, dilansir dari Reuters.
Tak hanya itu saja, badai yang menerjang Amerika juga membuat permintaan meningkat dan supply berpotensi terhambat karena adanya badai besar tersebut. Bahkan, para peramal cuaca setempat memperkirakan badai besar kedua dalam dua minggu dapat menghancurkan ladang-ladang produksi minyak lepas pantai.
Pusat Badai Nasional AS (The U.S. National Hurricane Center) mengatakan badai tropis potensial di tenggara ujung barat Kuba diperkirakan akan berkembang menjadi badai pada Rabu lalu dan menguat dalam 72 jam ke depan saat bergerak melintasi Teluk Meksiko bagian timur.
badai tropis tersebut dapat memengaruhi produksi di AS, sebagai produsen minyak mentah terbesar di dunia.**BrOne-05