Kanal

Indonesia Berupaya Maksimal Pertahankan Pasar Sawit India

Jakarta, BeritaOne.id - Di akhir bulan September lalu, Delegasi Pemerintah Indonesia yang dipimpin oleh Wakil Menteri Perdagangan RI, Jerry Sambuaga berkesempatan memenuhi undangan dari CPOPC dalam rangka Joint Mission membahas isu-isu penting keberterimaan sawit Indonesia di India, aspek keberlanjutan, dan strategi Indonesia menghadapi EUDR policy dari Uni Eropa.

CPOPC (Council of Palm Oil Producing Countries) merupakan organisasi negara produsen kelapa sawit dunia yang saat ini beranggotakan Indonesia, Malaysia, dan Honduras. CPOPC memiliki posisi yang penting dari sisi diplomasi dalam meng-counter berbagai macam tantangan perdagangan sawit, salah satunya pemberlakuan EUDR policy pada pasar Uni Eropa yang menyasar sawit sebagai komoditas penyebab deforestasi dan tidak traceable.

Hadir pada moment tersebut Delegasi Kementerian Pertanian (kementan), khususnya Direktorat Jenderal Perkebunan yang diwakili oleh Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan, Prayudi Syamsuri.

“Tujuan utama dari joint mission ini, salah satunya untuk membangun jalur komunikasi terbuka dan kolaborasi dengan India, demi memastikan akses pasar yang berkelanjutan dan mempertahankan permintaan yang kuat terhadap produk minyak sawit Indonesia. Keterlibatan proaktif dengan negara-negara konsumen besar seperti India, berfungsi sebagai langkah proaktif untuk mencegah potensi hambatan perdagangan, tarif, atau pembatasan yang dapat berdampak buruk pada ekspor minyak sawit,” papar Prayudi melalui keterangan pers Kementan, kemarin.

Dia menjelaskan, India sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar di dunia menghadapi berbagai tantangan pemenuhan pangan penduduknya. "Salah satu pangan yang dibutuhkan adalah berasal dari Vegetable Oil. Minyak sawit merupakan potensi pasar vegetable oil terbesar di India setelah Sunflower Oil," ungkapnya.

Berdasarkan data BPS, India menjadi negara nomor 1 di dunia sebagai importir minyak kelapa sawit Indonesia dengan volume ekspor Indonesia mencapai 4,9 juta ton dan nilai ekspor sebesar USD 5,32 milyar pada tahun 2022.

Prayudi menambahkan, walaupun tingginya permintaan ekspor produk minyak sawit Indonesia ke India, namun tidak terlepas dari adanya tantangan perdagangan. Sejak tahun 2019, India mengenakan tarif impor yang tinggi terhadap minyak sawit mentah (CPO) Indonesia serta minyak sawit olahan, bleached, deodorised (RBDPO), yang menawarkan tarif masing-masing sebesar 45% dan 54%.

Saat ini juga India melanjutkan penerapan pajak sebesar 5,5% pada pengiriman CPO. Negara ini juga mengenakan pajak impor minyak sawit olahan, pemutihan dan penghilang bau (RBDPO) sebesar 12,5%.

Selain itu juga masih terdapat berbagai tantangan karena adanya kampanye negative tentang aspek keberlanjutan sawit di Indonesia yang tidak dapat tertelusur, juga beberapa narasi minyak sawit yang merugikan kesehatan. "Untuk itu peran CPOPC dapat menjembatani penyelesaian hambatan tarif tersebut melalui jalur komunikasi dan diplomasi agar akses pasar sawit Indonesia ke India tidak memperoleh tantangan berarti," tukasnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Perkebunan Kementan, Andi Nur Alam Syah, berharap Joint Mission ini memberikan peluang berharga untuk menghilangkan kesalahpahaman seputar industri kelapa sawit dengan memberikan informasi faktual tentang praktik berkelanjutan, dan kontribusi positif industri tersebut terhadap pertanian dan perdagangan global. Selain itu, keterlibatan yang efektif dengan India menjamin pasokan minyak sawit yang stabil dan hemat biaya, sehingga berkontribusi terhadap ketahanan pangan.

"Upaya kolaboratif ini tidak hanya memberdayakan CPOPC untuk mempengaruhi kondisi perdagangan, kebijakan, dan peraturan yang mendukung pertumbuhan, namun juga membuka pintu bagi pasar produk turunan minyak sawit Indonesia lainnya seperti biodiesel berbasis minyak sawit yang potensial, yang menunjukkan keserbagunaan dan keberlanjutan minyak sawit sebagai sumber energi,” ujarnya.

Joint Mission ini juga diharapkan dapat menjadi bagian dari strategi yang lebih luas guna mengintensifkan keterlibatan negara-negara produsen sawit dunia lainnya seperti Malaysia, Honduras, Kolombia, Thailand, Papua New Guinea, Ghana, Nigeria dan lain sebagainya, dalam menghadapi EUDR policy di Uni Eropa.

"Penting juga dalam meningkatkan saling pengakuan antara standar nasional ISPO (Indonesia), MSPO (Malaysia), dan standar keberlanjutan minyak sawit nasional India. Saya berharap negara-negara anggota CPOPC mendorong India untuk berkomitmen terhadap pengadaan minyak sawit berkelanjutan yang bersertifikat, khususnya ISPO untuk pasar India," tutupnya.

Ikuti Terus Riaupower

BERITA TERKAIT

BERITA TERPOPULER